Kamis, 18 Februari 2010

Oesman Balo

LATAR BELAKANG KEHIDUPAN OESMAN BALO

A. Latar Belakang Kehidupan Oesman Balo
Oesman Balo merupakan tokoh yang cukup fenomenal dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia di Sulawesi Selatan. Beragam versi yang menyangkut tentang Oesman Balo. Disatu sisi ia dipandang sebagai tokoh pejuang kemerdekaan yang gagah berani dan memiliki kharisma patriotik tersendiri. Disisi lain ia terkadang dianggap sebagai tokoh yang penuh kekerasan dan kekejaman karena sikapnya tidak mau tunduk kepada siapapun .
Oesman Balo dipandang sebagai tokoh yang penuh kontroversi karena cara pandang dan aktivitasnya yang tidak lazim dilakukan oleh masyarakat pada umumnya. Keberanian dalam perjuangan dan dikenal memiliki lebih dari seratus istri. Selain itu ia juga disegani dan disanjung oleh banyak orang karena memiliki karakter yang tegas dalam membela yang lemah. Tetapi disisi lain dalam perjuangannya ia juga dikenal sebagai sosok yang tempramen, anarkis dan militan. Bahkan tidak jarang orang menyebutnya perampok atau pemeras rakyat. Kedua sisi ini dinilai dan dipahami sebagai realitas yang harus diterima.tentang Oesman Balo, sebagaimana dituturkan oleh Rasjid Djibe (2001:iii) bahwa :
Bagi mereka yang berada disekitar Ajatappareng (Kabupaten Barru, Pinrang, Sidenreng Rappang, Enrekang, dan kotamadya parepare) di sekitar 1945-1955, nama oesman Balo, adalah bagaikan dongeng yang kadang-kadang menjadi pahlawan. Namanya melesat bagai meteor dengan dasyat dicakrawala.

Asumsi Rasyid Djibe di atas, menpertegas bahwa Oesman Balo memiliki dua sisi yang saling berlawanan ada sikap patriotik dan humanis yang melekat dalam jiwanya serta terdapat sikap militan dalam kesehariannya. Sikap tersebut melekat dalam dirinya sebagai hasil dari dialektika kehidupan yang dialaminya.
Sosok pejuang Osman Balo yang dipandang oleh banyak kalangan sebagai tokoh yang kontroversial dilengkapi dengan tabir misterius, unik dan fenomenal. Untuk mengungkap sejarah kelahiran dan riwayatnya secara detail membutuhkan telaah dan research yang mendalam.
La Semmang atau nama lengkapnya Oesman dilahirkan tahun 1920 di Sidenreng Rappang Sulawesi Selatan. Ia dilahirkan dilingkungan masyarakat alam Bugis Sidenreng Rappang. Ia berasal dari keluarga yang sederhana yang sangat berakar dengan kebudayaan lokal yang terkenal secara tradisional melahirkan para pejuang yang membela keluhuran masyarakat bugis.
Untuk menelaah lebih jauh tentang kepribadian, prinsip hidup dan aktivitas Oesman Balo dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan, maka terlebih dahulu kita perlu menelusuri berbagai ruang waktu yang membentuknya. Termasuk kita harus mengkaji tentang kehidupan kehidupan keluarga, lingkungan sosial budaya dan pendidikannya.
a. Linkungan Keluarga
Salah satu dimensi yang sangat berpengaruh dalam pembentukan kepribadian manusia adalah lingkungan keluarga. Karena sejak manusia dilahirkan lingkungan keluarga yang pertama kali memberi warna kepribadian yang kelak menjadi bekal dalam menempuh proses hidup berikutnya. Sebagaimana halnya sebagian besar keluarga-keluarga bugis lainnya. Oesman balo hidup ditengah-tengah keluarga yang sangat sederhana dengan lingkup sosial yang masih dalam suasana penjajahan kolonila Belanda. Menurut Oesman Balo bahwa :
Pada tahun 1920, 80 tahun yang silam, ibukota Onder Afdeling Sidenreng Rappang zaman Belanda, aku dilahirkan. Letaknya diantara rendah kaki pegunungan Latimojong. Dengan pohon-pohon yang rindang, memang amat mempesona. Udara sejuk, dengan suasana kehidupan penduduk di kota kelahiranku selama puluhan tahun. Suasana yang demikian ini dibalut dengan konsep budaya bugis yang masih kuat. Budaya siri dan sipakatau adalah konsep budaya melekat bagi putera bugis ketika itu. (wawancara, 5 juni 2002)
Kenyataan tersebut di atas juga diperkuat oleh pendapat K. Lape dalam wawancara pada tanggal 5 juni 2002 bahwa “Oesman Balo telah berusia 30-an ketika bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaanya”. Dari pendapat ini, maka dapat disimpulkan bahwa Oesman Balo telah memiliki kematangan jiwa pada masa proklamasi kemerdekaan.
Sebenarnya nama yang diberikan oleh orang tuanya hanya Oesman baLo atau La Semmang (sebutan orang bugis), kata Balo’ dibelakang namanya hanyalah gelar. Balo dalam bahasa Indonesia berarti tidak satu warna/ menurutnya gelar balo melekat pada dirinya karena memiliki lidah dan alat kelamin ma’balo (terdiri dari dua warna). Gelar ini dipahami dalam masyarakat sekelilingnya sebagai suatu yang unik dan memiliki charisma tersendiri.
Mengenai asal usul Oesman Balo sampai sekarang belum ada kejelasan mengenai silsilah keluarganya. Informasi yang ada hanya menyebutkan bahwa Oesman Balo adalah anak seorang pedagang dari pasangan La Teggang dan I Tida. Kemudian ayah dari orang tuanya adalah seorang kepala kampung yang ada pada zaman itu termasuk jabatan yang terpandang. Oleh karena Oesman Balo dilahirkan dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang sangat sederhana, maka ia tidak pernah membayangkan dirinya aktif dalam kancah perjuangan kemerdekaan. Dalam penuturannya Oesman Balo (5 juni 2002) mengatakan bahwa :
Kami tidak dihangatkan oleh mimpi indah dihari depan. Saya dilahirkan dari pasangan pedagang biasa yang tidak akan pernah bermimpi tentang sesuatu yang luar biasa. Ia bukan orang pergerakan yang mengharapkan suatu saat akan terajadi suatu perubahan di bidang pemerintahan. Walaupun harus kuakui bahwa leluhurku adalah orang-orang yang gagah berani melakukan perlawanan ketika kompeni memasuki wilayah kami

Masa kanak-kanak dilewatinya dengan penderitan sebagaimana keluarga bangsa Indonesia pada masa penjajahan belanda. “baginya kesemua itu berjalan tanpa beban dan benar-benar alamiah”. Pengaruh alam bebas membuat ia tumbuh kuat dan kekar. Oesman Balo memliki badan yang kuat dan ia disukai oleh banyak temannya. Banyak orang banga dan senang bisa bergaul dengannya. . Emberio patriotik dan hidup dengan kekerasan telah tertanam dalam dirinya. Kehidupan keluarga yang keras menjadikan oesman balo tumbuh seorang pemberani. Menjelang dewasa, ketika ia berumur sekitar belasan tahun. Oesman balo telah berpetualang dalam rangka pencarian identitas dirinya. Sikap keras dan tidak ingin di bawah komando orang lain membuatnya tidak tenang ketika mendengar bahwa selain dirinya masih ada sebyanya melebihi kemampuannya. Dalam penuturannya Oesman Balo (5 juni 2002)menguraikan bahwa :
Lingkungan keluarga membentuk diriku keras. Aku tidak pernah tenang, bila di kota kelahiranku, atau di desa tetangga, ada anak merasa “jagoan”. Setiap anaka yang memiliki perasaan seperti itu , harus berhadapan denganku. Bahkan juga diparepare, ibukota afdeling parepare bila kami dengan ada anak melantik dirinya sebagai “jagoan” aku berupaya kesana untuk menantang dan menundukkannya. Itulah sebabnya teman-temanku memberi julukan oesman tarzan.




Kehidupan keluarga Oesman Balo yang yang serba cukup membentuk kepribadiannya untuk selalu berdiri di atas kaki sendiri tanpa harus tergantung sepenuhnya pada orang lain. Realitas demikian mengharuskan Oesman Balo bersikap keras, tegas, dan percaya diri dalam menentukan sikap.
b. Lingkungan Sosial Budaya
Selain kehidupan keluarga yang dapat membentuk kepribadian seseorang. Oesman Balo yang lahir dan besar di daerah bugis tetntunya berkepribadian bugis dan menjunjung tinggi nilai-nilai budayanya.jika kita membicarakan hal yang menyangkut sistem budaya setempat berarti menyinggung sistem budaya etnik dari suku bangsa yang mendiami daerah itu, yakni daerah Sulawesi Selatan. Selanjutnya mebicarakan system budaya etnik, maka itu berarti pula akan membicarakan berbagai hal yang berkaitan dengan istilah ikatan-ikatan primordial. Ikatan itu menurut Clifford Gerrtz dalam (Anhar Gonggong, 1992 :56) adalah “perasaan lahir dari yang “dianggap ada” dalam kehidupan sosial”. Demikian pula persaman-persamaan darah, ucapan, kebiasaan yang pada dirinya memiliki kekuatan yang meyakinkan”. Sehingga tidak heran dalam budaya masyarakat bugis sangat menjunjung tinggi sikap konsistensi pada ucapan dalam istilah bugisnya dikatakan taro ada taro gau. Keyakina inibagi mereka yang memahami menjadi kekuatan indikator keberanian atau awaraningeng.
Salah satu kekuatan untuk menopang kelangsungan hidup masyarakat Bugis-Makassar ialah adapt istiadat. Hal itu menjadi pegangan di dalam mengatur pranata sosial yang telah mereka terima dari leluhur maka secara turun temurun dan melalui suatu proses waktu yang panjang. Seperti halnya terjadi pada masyarakat Bugis-Makassar, “nilai masyarakat yang didasarkan pada ade atau ada yang sudah sangat tua membentuk dunia orang-orang desa”. (anhar gonggong, 1992 :59).
Konsep-konsep hidup budaya bugis kemudian diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari, baik sebagai suatu kesatuan sosial maupun pribadi atau individu. Oesman Balo sebagai salah seorang putera bugis, tentunya memiliki kepribadian yang mendalam tentang nilai-nilai budayanya. Nilai budaya tersebut kemudian diimplementasikan dalam kehidupan sosialnya.
Lingkungan sosial bugis-makassar dalamhalini Onder Afdeling Rappang sedikit banyaknya mempengaruhi cara pandang Oesman Balo dalam kehidupan sehari-harinya. “masyarakat Onder Afdeling Rappang umumnya memiliki dan mengenal stratifikasi sosial dan kekerabatan yang sama dengan masyarakat bugis lainnya di Sulawesi. (Yakub, 1998:22)”. Selanjutnya stratifikasi tau sistem sosial yang ada di Sulawesi Selatan khusunya di daerah bugis diungkapkan oleh Friedderiely dalam Paeni ( 1988:28) bahwa :
Masyarakat Sulawesi Selatan trdiri atas tiga tingkat yaitu: 1). Anakarung (lapisan sanak keluarga raja dan bangsawan), 2). To Maradeka (lapisan rakyat atauorang kebanyakan) meliputi; a. To Deceng, To Sama, 3). Ata (lapisan sahaya tau budak ), meliputi; a. Ata Mana, b. Ata Mabuang.

Oesman Balo termasuk kedalam golongan To Maradeka yakni lapisan rakyat kebanyakan. Akan tetapi Oesman Balo memiliki kecakapan dan keberanian maka ia tergolong sebagai to mereppe (golongan to maradeka yang memilki kedekatan dengan golongan bangsawan). Ketiga golongan masyarakat tersebut di atas memilki ciri khas masing-masing dengan berbagai perbedaan-perbedaan hak dan kewajiban dalam masyarakat. Namun ketiganya tetap mempunyai dan mempertahankan budaya etnik. Karena sebagaimana halnya dengan masyarakat lainnya tentu masayarakat Sulawesi Selatan khusunya Sidenreng Rappang mempunyai sistem budaya etnik. Sistem budaya itu merupakan bagian usaha mereka untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya ditengah-tengah masyarakat lain. Menurut Anhar Gonggong (1992:61) bahwa :
Tetapi inti dari kerakteristik masyarakat sulawesi selatan terletak pada apa yang dikenal dengan istilah siri yang memiliki dinamika pendorong untuk berbuat ditopang oleh pesse yang alat alat untuk memperkokoh rasa kebersaman sebagai warga masyarakat sulawesi selatan. Hal yang demikian ini, setidak-tidaknya terdapat di lingkungan masyarakat bugis-makassar.

Kedudkan penting siri didalam kehidupan manusia Bugis-Makassar juga digambarkan oleh abu Hamid Abdullah dalam Gonggong (1992:71) bahwa :
Dalam kehidupan manusia Bugis-Makassar, siri merupakan unsur yang prinsipil dalam diri mereka. Tidak ada satu nilai pun yang berharga untuk dibela dan dipertahankan di muka bumi ini selain siri. Bagi manusia Bugis-Makassar, siri adalah jiwa mereka, harga diri mereka, dan martabak mereka. Sebab itu untuk menegakkan dan membela siri yang dianggap tercemar atau dicemarkan oleh orang lain, maka manusia Bugis-Makassar akan mengorbankan apa saja, termasuk jiwanya yang paling berharga demi tegaknya siri dalam kehidupan mereka.

Konsep siri diimplemetasikan dalam kehidupan sehari-hari oleh masyarakat Bugis-Makassar secara individual. Sehingga siri dalam masyarakat Bugis-Makassar pada umumnya adalah merupakan lambang kehormatan yang harus dipertahankan apa dan bagaimanapun resikonya. Karena Oesman Balo merupakan putera bugis, maka secara otomatis memilki kepribadian sebagaiman layaknya orang bugis. Tetapi apabila dipersempit lagi, Oesman Balo merupakan seorang bugis yang berketurunan Rappang atau To Rappang.
c. Pendidikan
Dalam bidang pendidikan, Oesman Balo tidak memiliki prestasi yang gemilang sebagaimana halnya para tokoh pejuang lain. Ia lebih banyak memperoleh pendidikan hanya dalam lingkunagan keluarga dan masyarakat. Tentang situasi pendidian di Sidenreng Rappang digambarkan oleh Yakub (1998:20) bahwa :
Daerah Swapraja Rappang lebih dahulu mengenal pendidikan formal dibanding dengan Swapraja Sidenreng. Hal ini disebabkan oleh banyaknya masyarakat yang merantau di Sumatera Barat, Palembang kembali ke daerahnya (Swapraja Rappang) dan memperoleh pendidikan agama. Setelah mereka kembali pada tahun 1940-an dengan berbekal pendidikan, sifat tertutup dalam bidang pendidikan berangsur-angsur longgar.

Pelaksanaan pendidikan diselenggarakan secara individual, tidak klasikal. Suatu system yang menggunakan satu guru untuk semua mata pelajaran dan semua jenjang. Program pendidikan pada jenjang pertama, ialah pemdidikan membaca Al-qur’an dengan lancar dan benar. Ditambah dengan pengetahuan praktis tentang dasar-dasar pelaksanaan bersuci, shalat dan puasa. Bagi mereka yang bercita-cita menjadi ulama melanjutkan pelajaran mempelajari bahasa arab.bersaman dengan itu mereka belajar membaca dan menerjemahkan buku-buku Islam klasik yang elementer dengan teks berbahasa arab. “selanjutnya mereka memperdalam buku fiqih, ushul fiqhi, tafsir hadits, tauhid, tariq, faraid, tasauf, dan akhlak” (muchlis, 1995:53).
Tujuan pendidikan bukan senata-mata untuk memperkaya otak-otakmurid dengan pegetahuan. Tetapi tujuan pokok untuk meninggikan moral atau akhlak, melatih menghargainilai-nilaisppritual dan kemanusiaan, serta menyiapkan para murid untuk hidup sederhana dan berhati bersih. Keadaan pendidikan non formal tersebut, lambat laun berkembang dan berdiri madrasah-madrasah dengan sistem yang lebih maju. Oesman Balo, dimana ia tumbuh, dan seyogyanya ia memiliki kesempatan untuk mendapatkan pendidikan yang setinggi-tingginya tidak terpenuhi. Dalam pengakuannya, ia (5 juni 2008) menguraikan bahwa pendidikan non formal saya dimulai dari sekolah dasar pada zaman jepang, kemudian lanjut ke Madrasah Tsanawiyah, tetapi tidak sampai tamat. Dengan demikian boleh dikatakan pendidikan formal saya sangat rendah, hanya tamat disekolah dasar .
Akan tetapi Oesman Balo tidak terpaku pada pendidikan formal saja baginya belajar tidak mesti di bangku sekolah, dimanapun atau kapanpun atau setiap saat kita dapat belajar melalui pembacaan atas lingkungan dimana kita tinggal. Pada dasarnya Oesman Balo meliki kemampuan dan kepekaan terhadap lingkungan tempat tinggalnya. Tetapi karena tidakmemilikipendidikan secara formal dengan serangkaian cara berfikir yang sistematis menyebabkan pengabdiaanya tidak maksimal terutama dalam bidang pendidikan. Ia tidak dikategorikan sosok intelektual, pemikir dan konseptor ataupun sejenisnya. Tetapi ia termasuk sosok yang pemberani terutama dalam bidang lapangan pertempuran.keberaniaanya menantang arus membuatnya disegani dan ditakuti oleh banyak orang.
Usia remaja hingga beranjak dewasa dihadapkan pada pemandangan-pemandangan yang mengerikan tentang kekejaman tentara jepang. Eksploitasi penduduk pribumi pada masa penjajahan adalah suasana pahit yang harus diterima. Oesman Balo menyadari hak-hak politiknya selaku pemilik negeri ini. Tataanan pemerintahan yang demikian menindas ini harus dilawan dengan kekerasan. Oleh kerana itu, Oesman Balo harus berhadapan dengan orang lain termasuk penguasa ketika itu.
Pola dan sikap yang dikembangkan Oesman Balo jelas dipengaruhioleh kemampuannya dalam memahami alam sekitarnya. Serta kemampuan untuk memahami diri dan linkungan sekitarnya sangat dipengaruhi oleh sistematika, logoika, dan cara berfikir. Ini biasanya hanya didapat pada pendidikan formal. Kenyataan-kenyataan seperti inilah menjadikan Oesman Balo tidak dapat disejajarkan dengan tokoh-tokoh pemikir lainnya, seperti Saleh Lahade, Pangeran Pettarani, Ratulangi dan lain-lain. Tetapi keberanian dan ketegasan Oesman Balo dan pengabdiaanya membuatnya dikenal dan disegani baik kawan maupun lawan. Ia di segani, disanjung, disukai para bawahannya, karena ia memiliki loyalitas yang tinggi terhadap pasukan yang ia pimpin.







KETERLIBATAN OESMAN BALO DALAM PERJUANGAN MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN

1. Latar Belakang Keterlibatan Oesman Balo Dalam Laskar Perjuangan
Tiga dasawarsa abad XX bukan hanya saksi penentuan wilayah Indonesia baru dan suatu pernyataan kebijakan penjajahan baru. Masalah-masalah dalam masyarakat Indonesia juga mengalami perubahan yang begitu besar dan cepat hampir disemua wilayah Indonesia. Perubahan tersebut cukup signifikan bagi proses terbentuknya bangsa Indonesia. Tetapi justru destruktif bagi kelangsungan kekuasaan Belanda. Emberio bangkitnya gerakan baru dalam bentuk canggih dan intensif dari pribumi, mulai menggejala pada permulaan abad ini.
Menurut Rickles (1993:247) bahwa :
Kunci perkembangan masa ini adalah menculnya ide-ide baru mengenai organisasi dan dikenalnya defenisi-defenisi baru mengenai organisasi dan lebih cangggih tentang identitas. Ide baru tentang organisasi meliputi kepemimpinan yang baru, sedangkan defenisi yang baru dan lebih canggih mengenai mengenai identitas meliputi analisis yang lebih mendalam tentang lingkungan agama, social, politik dan ekonomi. Pada tahun 1927 telah terbentuk suatu jenis kepemimpinan Indonesia yang baru dan suatu kesadaran diri yang baru, tetapi dengan pengorbanan diri yang besar.

Kesadaran baru tersebut memunculkan pola pergerakan yang baru pula. Gerakan ini adalah kamuflase, karena secara subtsansi, pergerakan, perlawanan terhadap bangsa asing pada awal abad XX. Sama halnya dengan pergerakan dan perlawanan para raja-raja ketika bangsa penjajahpertama kali menginjakkan kakinya di bumi nusantara. Hanya saja terjadi perubahan mendasar terhadap pola atau strategi gerakan. Kesemuanya itu cukup efektif sesuai dengan konteks zamannya. Menurut kartodirdjo (1993 :ix) bahwa :
Bagi dunia ketiga abad XX dapat diberi julukan abad nasionalisme, yaitu suatu kurun waktu dalam sejarahnya yang menyaksikan pertumbuhan kesadran berbangsa bernegara serta gerakan nasionalisme pada umumnya merupakan reaksi terhadap imprealisme dan kolonialisme yang merajalela dalam abad ke 19 dan bagian abad ke 20.
Munculnya masyarakat baru atau kaum terdidik di Indonesia secara intensif melakukan perlawanan terhadap kekuasaan belanda dengan cara lebih modern melemahkan struktur pemerintahan kolonial. Karena masayarakat baru tersebut melakukan serangkaian kegiatan sistematis membangun kekuatan arus bawah melalui media pendidikan. Ini dibuktikan ketika berdiri sekolah-sekolah atau madrasah yang diperuntuhkan pada golongan pribumi.
Bersamaan itu pula gejala-gejala akan timbulnya perang dunia II mulai mengemuka. Menyusul kemudian kebangkitan Jepang setelah restorasi meiji menggejalakan akan munculnya kekuatan fasis di asia. Dalam biografinya Ahmad Soebardjo (1978:269) menguraikan bahwa saya mempunyai kesempatan baik selama satu tahun berada Jepang untuk menyaksikan proses pembalikan mental rakyat Jepang dari konsep-konsep liberalisme barat sebagai falsafah hidup yang mereka terima dan laksanakan sejak Restorasi Meiji ke adat istiadat kesatryaan lama mejadi tradisi tingakah laku Budhiso serta etika samurai. Proses perubahan ini berjalan agak meruncing dan meluas alaksana nyala api ke seluruh negeri tersebut yang memuncak pada tanggal 26 februari 1936 dalam pergolakan-pergolakan militer dimana beberapa menteri kabinet dibunuh.
Setelah perang Asia Timur Raya pecah bangsa Jepang yang telah berhasil dalam revolusi militernya berhasil menduduki sebagian wilayah Asia. Indonesia ketika itu termasuk wilayah jajahan Belanda, tidak luput dari penjajahan bangsa Jepang. Bagi Jepang, wilayah Indonesia merupakan wilayah strategis untuk kepentingan perang, karena wilayah ini cukup potensial ditijau dari sudut ekonomis dan politis.
Pergerakan nasional Indonesia yang selama ini secara intensif mempresure pemerintah kolonial Belanda mengalami perubahan mendasar setelah kedatangan jepang di Indonesia. Bagi bangsa Indonesia pendudukan Jepang mempunyai arti starategis bagi perkembangan nasional.
Menurut Ricklefs (1993:297) bahwa :
Masa pendudukan jepang selama tiga setengah tahun merupakan salah satu periode yang paling menentukan dalam sejarah Indonesia. Sebelum serbuan jepang tidak ada satupun tantangan yang serius terhadap kekuasaan belanda di Indonesia. Pada waktu jepang menyerah telah berlangsung begitu banyak perubahan luar biasa yang memungkinkan terjadinya revolusi Indonesia. Jepang memberi sumabangan langsung pada perkembangan-perkembangan tersaebut.

Akan tetapi pendudukan jepang di Indonesia juga menimbulakan penderitaan dan kesengsaraan rakyat. Lebih lanjut Riclefs (1993:297) Bahwa :
Diseluruh nusantara mereka mempolitisasi bangsa Indonesia sampai ditingkat desa dengan sengaja dan dengan menghadapkanindonesia pada rezim colonial yang bersifat menindas dan merusak dalam sejarahnya. Dengan demikian desa-desa secara keras digoncang dari kelesuan dan isolasi plitik dari akhir periode belanda. Akhirnya suatu yang paling menunjang ialah kekalahan jepang dalam perang, karena andaikan tujuan mereka memebntuk suatu kawasan kemakmuran bersama asia timur raya tecapai hanya sedikit harapan bagi kemerdekaan Indonesia yang sesungguhnya.

Awalnya pendudukan Jepang di Indonesia membawa harapan baru bagi masyarakat Indonesia. “di Sulawesi Selatan pasukan Jepang mendarat pada tanggal 9 februari 1942”. (pawiloy, 1987 :110). Mereka berasal dari angkatan laut.. ketika Jepang mendarat pasukan Belanda meninggalkan kota Makassar.
Jauh dipedalam terjadi pertempuran singkat, yakni di Bengo dekat Watampone, dan Enrekang pada pertengahan februari1942. dengan demikian tamatlah kekuasaan Belanda sedangkan Jepang disambut bagi penyelamat (leberator). (pawiloy, 1987:110).
Akan tetapi sikap bersahabat berlangsung amat singkat.tenyata pendatang baru itu adalah juga bangsa penajah. “mereka kejam dan bengis. Rakyat merasakan penderitaaan lebih para. Dimana-mana timbul kelaparan dan ketakutan,terutama di Sulawesi Selatan”. (Oesman Balo, 5juli 2002).

Oesman Balo adalah salah seorang yang menyaksikan dan merasakan langsung kekejaman Jepang di Sulawesi Selatan . system pemerintahan Jepang ini menimbulkan kebencian dalam jiwa Oesman Balo. Oleh karena itu, ketika Jepang menyerah tanpa syarat kepada sekutu , Oesman Balo salah satu yang paling agresif dan menyambut dengan gembira kekalahan Jepang tersebut. Setelah Jepang menyerah ia kemudian aktif dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Menurutnya,
Perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia di Sulawesi Selatan bias saja melebihi perjuangan di pulau Jawa, apabila para raja-raja ketika itu memamfaatkan kekalahan Jepang dengan membangun kekuatan baru secepatnya. (Oesman Balo, 5juli 2002).

Kekalahan Jepang atas sekutu mengakibatkan para pejuang kemerdekaan mengambil sikap untuk segera memproklamirkan kemerdekaan Indonesia. Menurut pawiloy (1987:121) bahwa :
Pada waktu pembacaan teks proklamasi oleh Ir. Soekarno-Hatta atas nama bangsa Indonesia di Pengangsaan Timur, Jakarta, para utusan di Sulawesi Selatan turut hadir. Bahkan mereka menghadiri rapat-rapat PPKI tanggal 18 dan 19 agustus 1945. sesudah siding tangal 19 rombongan Dr. Ratulangi terpaksa meninggalkan Jakarta karena pesawat udara yang terakhir ke Makassar berangkat hari itu. Dalam rapat terakhir Dr. Ratulangi ditunjuk sebagai gubernur Sulawesi yang berkedudukan dikota Makassar.
Sebelum gubernur Sulawesi Dr. Ratulangi menyampaikan secara resmi berita proklamasi, beberapa pemuka masyarakat yang cukup akrab dengan orang Jepang telah mengetahui kabar penting itu ada yang mendengan langsung dari radio miliknya dan adapula lewat pemberitaan resmi. Hal ini hampir terjadi disemua kotaa-kota di Sulawesi Selatan seperti Parepare, Palopo, dan lain-lain. “sejak itu muncul semacam pusat-pusat kegiatan pemuda mendukung kemerdekaan masing-masing; 1). Kota Makassar dan sekitarnya, 2). Kota Parepare dan sekitanya, dan 3). Kota Palopo dan sekitanya”. (pawiloy, 1987:124).
Berita proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia dan lahirnya Negara Republik Indonesia diketahui oleh masyarakat melalui pemberitaan media massa yakni surat kabar. Dengan demikian desas-desus tentang proklamasi kemerdekaan diteruskan sampai pada seluruh pelosok sulawesi selatan. Dari kota Parepare berita resmi proklamasi kemerdekaan disebarluaskan ke Rappang, Sidenreng, Enrekang bahkan sampai terus ke Tana Toraja.
Berita proklamasi disambut Dirappang dengan melakukan upacara lapangan terbuka di kota Rappang. Dalam upacara itu hadiri Oesman Balo selaku menggerek bendera merah putih, untuk pertama kalinya lagu Indonesia raya dinyanyikan didaerah ini. Sejak itupula oesman balo aktif dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan dan bergabung dalam lasakar perjuangan yang dikenal dengan laskar ganggawa. Dalam pengakuannya Oesman Balo sebagaimana ditulis Rasyid Djibe (2001:5) menguraikan bahwa :
Aku tergabung dalam kelaskaran pimpinan Andi Cammi, awalnya kesatuan induk kami tidak lebih dari 15 orang, dengan hanya beberapa pucuk senjata. Tetapi sejak awal, bnelanda menilali pasukan kecil ini menyulut api peperangan dengan dahsyat.

Maka sejak itu pula oesman balo yang nota bene-nya anak nakal, gemar berkelahi dan lain sebagainya. Menempuh jalan hidup baru sebagai pejuang kemerdekaan. Ia kemudian tergabung dalam laskar perjuangan. Jalan hidup selanjutnya penuh dengan bahaya dengan melewatidari berbagai pertempuran.
2. Terbentuknya Laskar Ganggawa
pembentukan organisasi kelaskaran di sidenreng rappang diilhami oleh berita kedatangan sekutu yang membawa pasukan NICA dengan tujuan disamping melucuti senjata Jepang dan memulangkan ke negerinya kembali juga nantinya akan menyerahkan kekuasaan belanda yang diwakili oleh NICA untuk menjajah kembali Indonesia. Sedangkan rakyat di daerah ini sejak awal mendukung kemerdekaan Indonesia, berarti akan berbenturan dengan keinginan NICA tersebut.
Untuk menghindari perlawanan yang dilakukan sendiri-sendiri. Andi Sulolipu dan Andi Cammi sebagai orang yang mempunyai pengaruh di Sidenreng Rappang mengadakan pertemuan dengan koordinasi yang dilakukan ini, di daerah Sidenreng Rappang terbentuk beberapa organisasai kelaskaran. “Lahirnya organisasi kelaskaran badan perjuangan ganggawa (BP. Ganggawa) tidak terlepas dari organisasi kelaskaran sebelumnya, seperti SUDARA dan PNI”. (Yakub, 1998 :33). Andi Cammi salah seorang bangsawan yang mempunyai pengaruh terhadap masyarakatr Sidenreng Rappang termasuk pendiri badan perjuangan BP. Ganggawa.
Sebelum mendirikan laskar BP.Ganggawa, Andi Cammi telah aktif dalam berbagi kegiatan yang berkaitan erat dengan perjuangan kemerdekaan. Sebagaimana dikatakan oleh Lahadjdji Patang (1977:186) bahwa :
Mereka dengan aktif mengadakan penerangan-penerangan tentang maksud dan tujuan kemerdekaan republik Indonesia, mereka berbaris berkeliling kota. Dalam gerakan ini dengan beberapa orang temannya seperti Oesman Balo, M.Arsyad B, Ismail Badu, Sofyan Kute, Ladalle, Baco Mustika, Moshtar dan lain-lain nampaknya menjadi pelopor gerakan merah putih ini, sehingga pada suatu hari mereka berhasil menambah pengikut-pengikutnya dan bersama-sama mengadakan upacara benderah merah putih di lapangan. Demikianlah awal gerakan merah putih disidenreng rappang yang makin hari makin bertambah pengikut-pengikutnya, ditambah dengan sejumlah bekas Heiho berasal dari seberang yang sudah diterlantarkan oleh tentara Jepang setelah kalah perang.

Pada perkembangan berikutnya, dimana setelah bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaan dan tentara NICA bermaksud menegakkan kemabali supremasainya mendapat perlawanan dari segenap rakyat Indonesia dalam hal ini termasuk di daerah Sidenreng Rappang. Menurut Mukhlis (1995 :171) bahwa :
Bentrokan yang terjadi pada awal Nopember 1945 antara gerakan pemuda merah putih dan pasukan NICA yang mencoba untuk menguasai kembali Sidenreng Rappang berakibat sebagian besar pemuda-pemuda itu meninggalkan kota rappang. Atas inisiatif dari beberapa anggota pemuda merah putih yang dipimpin oleh Andi Cammi, pemuda-pemuda itu mengadakan pertemuan dikampung Lapareng. Daam pertemuan itu hadir tokoh-tokah gerakan merah putih diantaranya adalah Ismail Badu, Siofyan Kute, La Dalle, Baco Mustika, Syamsuddin Razak, La Zaing dan A. Nohong.



Dalam pertemuan tersebut, melahirkan kata sepakat untuk membentuk organisasi kelaskaran yang mereka namakan BP. Gangawa itu dipilih dari nama seaorang tokoh kerajaan Bone dalam perjuangan menentang pemerintahan Belanda,yakni Petta Ponggawae. Tanggal 20 nopember 1945, di atas bukit di Bendoro diresmikan nama badan perjuangan BP. Ganggawa sebagai wadah perjuangan yang bergerak dibidang militer.
Gerakan A. Cammi tersebut mendapat dukungan sepenuhnya dari rakyat, serta berkat nasehat dari tokoh-tokoh mesyarakat menambah keyakinannya untuk meneruskan perjuangannya. Mulailah dibentuk kepala-kepala kelompok dibeberapa tempat. Kepala-kepala kelompok tersebut meliputi :
Tellang-tellang dipercayakan kepada Ambo Baso Silaleng dengan saudaranya Ambo Nganro, di wetteE dipercayakan kepada La Upe, di Wattang-Sidenreng kepada Ambo Cinta, di Maowa kepada La Paci, disebelah Barat kota Rappang dipercayakan kepada Sjeh Lakeng, Panjang la melle dan ambo sima. Di belawa kepada A. pamesangi, di bulu Timorong kepada La Pantu, Puanna Wero. Di Gilireng (daerah Wajo) Puang Kaco, La Hattabe. Di Malimpung/Batulappa kepada Ambo Daming. Di bulu lautang kepada Ambo Nonci, Ambo Dosi. (Lahadjdji, 1967:188).

Dengan dibentuknya laskar ganggawa ini, maka perjuangan rakyat Sidenreng Rappang dalam mempertahankan kemerdekaan semakin tajam dan meningkat. Sejak itupula oesman balo aktif dalam kancah perjuangan. Oesman Balo kemudian menjadi orang kepercayaan dari A. Cammi. Menurut kapten Lape bahwa “Oesman Balo pada dasarnya adalah orang kepercayaan A. Cammi. Beliaulah yang memanggil Oesman Balo untuk bergabung dengannya”.
3. Aktivitas Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan
setelah Oesman Balo bergabung dengan pejuang-pejuang lain melalui laskan ganggawa, maka mulailah suatu babakan baru dalam sejarah hidup Oesman Balo. Kalau sebelumnya ia senantiasa dianggap sebagai anak nakal,gemar berkelahi, dan lain sebagainya. Kini ia diperhitunhkan sebagai seorang pejuang. Ia telah meluangkan segenap tenaga dan pikirannya untuk bangsa dan Negara Indonesia.
Tidak sedikit sumbangsih ia berikan, hampir seluruh usia mudanya diperuntuhkan untuk bangsa dan diisi dengan kekerasan perang. Rentang periode pasca kemerdekaan perjuangan oesman balo pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua fase. Pada fase pertama yaitu, yaitu perjuangan mempertahankan kemerdekaan tahun 1945 sampai1950. dimulai ketika ia aktif dalam laskar BP. Ganggawa sampai Komferesi Meja Bundar (KMB) pada tahun 1950. pasca KMB, Oesman Balo memasuki fase perjuangan kedua, yakni mempertahankan tegaknya pemerintahan Negara kesatuan republic Indonesia. Pada fase kedua ini, Oesman Balo harus berhadapan dengan sesame bangsanya sendiri yang hendak meronrong pemerintahan. Seperti aktivitas oesman balo menumpas DI/TII dan permesta.
Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia maka dibentuklah perjuangan bangsa. Tujuan dibentuk perjuangan bukan lagi untuk mencapai kemerdekaan, tetapi untuk mempertahankan kemerdekaan yang telah diperoleh. Perjuangan lebih keras lagi setelah NICA yang di boncengi oleh sekutu bermaksud mendirikan kembali pemerintahan sipil di Indonesia. Belanda masih menganggap wilayah Hindia-Belanda (Indonesia) adalah bagian dari pemerintahan belanda. Selain itu bangsa Indonesia dianggap belum mampu memimpin dirinya sendiri dan secara yuridis masih wilayah belanda. Oleh itu belanda tetap mengakui kemerdekaan Indonesia.
Berdasarkan argumen di atas, maka terjadilah pembenturan antara rakyat Indonesia dengan pihak belanda (NICA). Diseluruh nusantara, terjadi perlawanan besar-besaran terhadap kedatangan pasukan sekutu dan NICA. Di Sedenreng Rappang terutama setelah berdirinya beberapa laskar perjuangan termasuk badan perjunagan BP. Ganggawa berkembang suatu kebencian yang mendalam terhadap tentara NICA, serta secara intensif dan sistematis terjadi perlawanan terhadap NICA.
Oesman Balo yang ketika itu tergabung dalam laskar BP. Ganggawa juga mengambil peranan yang tidak kurang lebih pentingnya dengan pejuang-pejuang lainnya. Menurutnya “ketika itu masih sangat muda, yakni usia sekitar 24 tahun, darah yang mengalir dalam tubuh kami sangat panas artinya tingkat emosi lebih tinggi ketimbang bersikap rasional”.berikut penuturan Oesman Balo terjun langsung dalam kancah perjuangan merngemukakan bahwa :
Diusia sangat muda itu, secara otomatis tingkat emosi dan keberanian masih sangat kuat. Seperti misalnya, ketika itu saya sangat tidak setuju dengan para raja-raja di daerah ini. Karena para bangsawan tersebut memiliki power dalam masyarakat, dan formal senantiasa disimbolkan dengan kewenangan-kewenangan dalam bertindak sebagai penguasa, tidak setuju dengan pendapat para pemuda untuk melucuti sepenuhnya tentara Jepang. Andaikata para bangsawan sepakat dengan kami, maka perjuangan di daerah ini dapat melebihi perlawanan di daerah jawa.



Kegiatan-kegiatan yang dilakukan Oesman Balo sebagai anggota dari laskar BP. Ganggawa.pada awal berdirinya adalah berusaha terus menerus untuk membangkitkan semangat perjuangan mempertahankan kemerdekaan, berusaha mendapat dukungan, persenjataan dan keanggotaan, menjalin hubungan dengan gerakan-gerakan perjuangan lainnya di Sulawesi Selatan dan berusaha mendapatkan tenaga-tenaga berpengalaman untuk membina anggotanya.
Kegiatan-kegiatan tersebut diuraikan oesman balo sebagaimana ditulis oleh rasyid djibe (2001:6) bahwa :
Berbulan-bulan kami mengunjungi desa-desa itu kembali, tidak ada lagi rapat-rapat tetapi dengan merah putih pada kerah baju, senjata api tergenggam ditangan, dan dengan api kemerdekaan yang membara di dada. Wilayah Ajattapareng disiapkan sebagai medan untuk perang gerilya. Wilayah dengan luas 75 x 75 kemudian persegi ini meliputi; Parepare, Pinrang, Enrekang, Barru dan Sidenreng Rappang, sudah terbakar oleh api kemerdekaan. Tahun-tahun berikutnya, wilayah ini sesak oleh asap mesin campur baur dengan bau mayat parasyuhada yang mempersembahkan jiwanya bagi kemerdekaan.

Walaupun demikian para pejuang tetap melaksanakan kegiatan penyadaran terhadap rakyat akan arti kemerdekaan. “Dalam pelaksanaan kegiatan tersebut, mereka senantiasa diawasi oleh pasukan NICA. Beberapa kali mereka terpaksa melakukan kontak senjata dengan pasukan NICA walaupun kejadian bukan suatu yang direncanakan”. (Muchlis, 1993:174). Hal yang sama diutarakan Oesman Balo bahwa :
Tangsi-tangsi KNIL dan barak-barak polisi belanda yang terdapat diberbagai temapt merupakan ancaman serius yang benar-benar harus diperhitungkan.mereka memilih disiplin yang kuat, memiliki senjata yang berkualitas dan kualitasnya jauh lebih hebat dari persenjataan kami. Mereka mengintai terus gerakan-gerakan kami dengan peralatan transportasi, telekomunikasi yang memadai. Sesungguhnya mereka jauh lebih unggul dan siap menerkam kami. Di dalam kondisi seperti itulah pasukan kami harus bergerak. (Rasyid Djibe, 2001:7)

Pada bulan April 1946 , ketika rombongan pengurus ganggawa dalam perjalannya ke suppa beristirahat di kampung Polojiwa mereka diserang pasukan NICA. Serangan itu dihadapi dengan gigih oleh kelaskaran BP. Ganggawa yang berada di bawah pimpinan A. Cammi. “peristiwa itu berakibat kelaskaran ganggawa kehilangan dua tokoh utamanya yaitu Petta Irajeng dan La Kitta”. (Muchlis, 1993:174). Sementara dipihak Belanda harus merelakan dua prajuritnya yang tewas dalam pertempuran tersebut. Lanjut Oesman Balo menguraikan bahwa :
Kami sadar sepenuhnya, bahwa kami tidak boleh larut dalam kesedihan yang berkepanjangan. Kepergian Petta Irajeng harus mampu memicu peperangan dengan semangat lebih tinggi lagi. Harus diakui bahwa pada pertempuran-pertempuran pertama, banyak diantara kami yang sedikit bingung, letupan senjata, mesiu dan darah adalah hal yang baru bagi kami. (rasyid djibe, 2001:8)

Oesman Balo mengatakan pada penyerangan itu A. Cammi mendapat luka terkena tembakan dari pasukan NICA. Oleh karena perlawanan tidak seimbang maka sebagian besar dari pasukan ganggawa terpaksa menyebar mencari perlindunagn. A. Cammi yang ketika itu terluka berhasil diselamatkan dan diangkut ke Suppa untuk mendapatkan perawatan.
Berita kehadiran A. Cammi di Suppa berhasil mengumpulkan kembali anggota pasukannya yang tersebar untuk datang berkumpul di Suppa. Kesempatan itu digunakan untuk mendapatkan latihan-latihan dari anggota kelaskaran di Suppa yang memiliki pengalaman dibidang kemiliteran. Hal ini sesuai dengan gambaran yang diutarakan oesman balo bahwa setelah A. Cammi berada di Suppa, kami berkumpul disana dan mendapat latihan-latihan militer dengan anggota kelaskaran di Suppa. Dari sinipula disusun rencana berikutnya, seperti bagaimana tetap eksis pada perjuanagn selanjutnya.
Untuk membina organisasi dengan lebih mantap, maka anggota-anggota kelaskaran BP. Ganggawa kembali dikumpulkan pada tanggal 15 juni 1946 untuk melakukan pertemuan. (Muchlis, 1993:175). Dari hasil pertemuan itu dicapai kata sepakat menyempurnakan nama organisasi kelaskaran menjadi barisan pemberontak ganggawa (BP. ganggawa), dengan kepengurusan baru.
Setelah segala kegiatan yang dilakukan dianggap telah matang untuk melakukan penyerangan terhadap NICA, maka “pada tanggal 7 juni 1946, oleh pengurus pusat Badan Pemberontak Ganggawa diundang kelompok kelaskaran lokal dalam hal ini kelaskaran kampong untuk mengadakan pertemuan di Bola tenggngaE”. (Muchlis, 1993:176). Dari pertemuan itu disepakati untuk melancarkan serangan terhadap markas NICA yang berada di kota Rappang.
Peristiwa tersebut digambarkan oleh muchlis (1993:176) bahwa :
Pada tanggal 10 juli 1946, semua kelaskaran yang berada dibawah naungan BP. ganggawa telah siap untuk melancarkan serangan secara serempak dari arah kampong-kampung yang mengitari kota Rappang, dimana telah dipersiapkan pasukannya.


Kemudian mengenai pertemuan 10 juli 1946 tersebut, dijelaskan oesman balo dalam Rasyid Djibe (2001:10) bahwa :
Pertengan Juli, dengan menggunakan tinta darah kami menandatangani sebuah ikrar yang berisi “siap bertempur sampai tetesan darah yang terakhir, melanjutkan perang gerilya tanpa kenal menyerah”. Ikrar yang membawa dampak luar biasa. Kami seperti baru saja bangun dari sebuah tidur byenyak. Tubuh kami menjadi lebih segar. Pikiran lebih tajam, inilah yang melahirkan rencana serangan bambu runcing. Serangan tersebut diberi nama serangan bambu runcing.

Selama tiga hari berturut-turut pasukan BP. Ganggawa melancarkan serangan terhadap pasukan NICA yang berada dikota Rappang. Serangan pada malam pertama bergerak dari arah barat yang dipimpin oleh Ambo Siradje, Ambo Daming dan Sech Laking. Dari utara, dipimpin oleh Ambo Nganro, Pro’E, Puang Landawi, Kep. Kaluppang dan Sahibu dari timur, dipimpin oleh Andi Parakkasi, La Pattu dan La Noto. Dan selatan dipimpin oleh Ambo Cinta, La Manynyu, Kep La Upe, A. Makkulau, dan A. Sulolipu. Kemudian pada malam kedua dipimpin oleh Oesman Balo sendiri, dibantu Abiding A. Parakkasi serta seorang prajurit Jepang yang biasa dipanggil La Macan. Sedangkan pada malam ketiga dipimpin oleh A. Cammi. Pada malam ketiga ini, Oesman Balo diberi tugas untuk menghubungi laskar perjuangan lain dalam rangka meningkatkan gerakan dan menjemput ekspedisi dari Jawa.
Akan tetapi, pada suatu kesempatan pasukan BP. Ganggawa yang dipimpin oleh A. Cammi terjebab oleh pasukan NICA di Carawali. Pada pertempuran ini A. cammi tidak dapat meloloskan dan tertembak mati. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh oesman balo dalam tulisan Rasyid Djibe (2001:12) menguraikan bahwa “dapat dibayangkan betapa geram dan marahnya pasukan Belanda dengan serangan bambu runcing tersebut. Serangan-serangan Belanda ditingkatkan. Pertempuran-pertempuran laskar pada hari-hari berikutnya terus dilancarkan. Di langnga, PalangcangngE”, Garessik dan banyak lagi. Puncak kemarahan belanda didemonstrasikan dengan pertempuran carawali yang berhasil menembak mati pimpinan kami A. Cammi, belanda dengan perbuatannya ingin membuktikan bahwa cita-cita kemerdekaan telah mati.
Pertempuran Carawali yang menewaskan A. Cammi . bagi Oesman Balo adakah suatu peristiwa yang sangat menyedihkan. Menurutnya ketika itu tidak bersama A. Cammi di Carawali. Kerana sebelumnya ia ditugaskan untuk melakukan komunikasi dengan laskar lain. Sebagimana diuraikan oleh rasyid djibe (1993, 2001 :13) bahwa :
Aku melakukan pertemuan dengan pimpinan laskar keris muda dari mandar, yang bergelirya dinegeri Mandar. Melakukan pertemuan dengan Andi Selle yang memimpin kelaskaran BPRI (badan perjuangan rakyat indonesia), juga dengan Andi Sose. Pertemuan-pertemuan tersebut dimaksudkan sebagai upaya koordinasi antar kelaskaran untuk meningkatkan gerakan.tugas lain yang kami lakukan sebelumnya ialah menjemput dan memberi pengamanan pantai bagi ekspedisi yang dating dari jawa. Ekspedisi yang dipimpin oleh Latief berhasil mendarat dengan sealamat. Tetapi ekspedisi yang dipimpin oleh Murtala, benar-benar membuat terenyuh. Kedatanggnya dijemput dengan tembakan-tembakan sporadis dari belanda.

Akan tetapi tugas yang diemban oleh oesman balo tersebur tenyata dimonitor oleh belanda. Pertemuan-pertemuan Oesman Balo telah diketahui oleh tentara NICA. Ketika oesman balo kembali dari tugas-tugasnya senantiasa dihadapkan pada serangan-serangan dari NICA. Pertempuran oesman balo dengan pihak NICA yang paling menentukan adalah pertempuran enam jam di gresik. Bahkan dalam pertempuran di gresik inilah, tubuh oesman balo hamper dirobek-robek oleh peluru belanda. Selama enam jam lamanya, oesman balo harus bertahan di air untuk menyelamatkan diri. Peristiwa ini kemudian menjadi sejarah tersendiri bagi oesman balo. Banyak kalangan yang mengira bahwa oesman balo telah tewas. Menurut kapten lape diberondong peluru, dan selama enam jam beredam di air adalah suatu peristiwa unik dan misterius atau diluar logika. Saat seperti itu hanya Tuhan yang mampu menolong hambanya.
Tewasnya A. cammi dalam pertempuran carawali tidak meredam perlawanan terhadap tentara NICA. Menurut keterangan dari padding dg. Bangun sebagiman ditulis oleh muchlis (1993:177) bahwa “dengan meninggalnya A. cammi dengan beberapatokoh ganggawa lainnya. A. nohong selaku wakil pimpinan tidak dapat menggantikan posisi A. Cammi”. Keadaan ini mendorong Syamsul Bachri mengambil inisiatif memnggabungkan BP. Ganggawa dengan badan perjuangan republic Indonesia (BPRI) di suppa yang berada di bawah pimpinan A. Selle.
Memsuki tahun 1947 perjuangan rakyat tidak pernah reda. Demikianpula tindakan keras belanda semakin meningkat pula. Oesman Balo melanjutkan geriyanya di Passoso. Belanda melihat perlawanan yang semakin keras dari laskar dengan dukungan kuat dari rakyat, mulai mengalihkan pikirannya. Awal tahun 1947 Belanda melamcarkan operasi Passoso. Akibat dari serangan tersebut, para pasukan gelelyawan mundur sampai kepenungan. Hal ini dikatakan Oesman Balo dalam tulisan Rasyid Djibe (2001:15) “aku sungguh-sungguh geram melihat pasukan belanda, yang memamfaatkan rakyat untuk mendesak kami, mundur ke sudut-sudut pegunungan. Melakukan perlawanan berarti akan menelan korban yang tidak kecil, dan korban itu adalah rakyat”.
Oleh karena setiap hari didesak sebagai akibat darai operasi Passoso mengakibatkan persediaan makanan habis. “untuk minum saja kami terpaksa meneguk air ludah, air Lumpur yang ada dan mengisap pucuk-pucuk rotan. Memakan apa saja yang dimakan”. Begitulah penuturan oesman balo . dalam kondidi demikian pasukan Oesman Balo dilanda kelaparan. Oleh karena alternatif yang harus diterima adalah mati kelaparan atau menyerah.
Akhirnya Oesman Balo dan beberapa anggotanya ditangkapa oleh pasukan belanda. Sejak itu oesman balo harus berada dibalik terasi besi. Keadaan Oesman Balo kemudian dalam penuturannya, bahwa :
Dalam keadaan tubuh yang lemah dan amat menyedihkan, aku dijemput dari penjara ke penjara. Ini terjadi sekitar bulan September 1947. Oesman Balo dinyatakan bersalah dengan bermacam-macam tuduhan, vonis 18 tahun penjara. Usai mendengarkan keputusan pengadilan aku dijebloskan ke dalam penjara. Aku tidak menyesal. Satu-satunya yang membuat sedih, ialah bahwa jika aku mendekam 18 tahun dipenjara, berarti 18 tahun aku tidak fdapat memberikan pengabdianku kepada republik Indonesia, kepada proklamasi … selang beberapa hari kemudian… aku dihadapkan kepengadilan negeri pinrang dengan tuduhan yang sama vonis 13 tahun pengadilan negeri berikutnya, malah memvonis seumur hidup. Dengan 18 tahun, 13 tahun hingga seumur hidup. (Rasyid Djibe, 2001:17)

Belum selesai masa hukuman oesman balo, telah terjadi perubahan yang mendasar terhadap perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Tahun 1949 melalui forum internasional, yakni komperensi meja bundar (KMB) bangsa Indonesia berhasil merebut kembali kedaulatannya. Dunia internasional ketika itu telah mengakui kedaulatan bangsa Indonesia, baik secara de facto maupun secara de jure. Sebagai akibat dari perubahan tersebut oesman balo kemudian dibebaskan pada tahun 1949. tiga belas hari setelah Komperensi Meja Bundar (KMB). Pasca KMB Oesman Balo kembali aktif sebagai pejuang yang mempertahankan Negara kesatuan republik Indonesia.
4. hghjghsagjhgjhgda

Bahar Mattaliu

Bahar Mattaliu : Dari TNI Ke DI/TII (1945-1959)
A. Identitas Diri Bahar Mattaliu
Bahar mattaliu nama sebenarnya adalah Abu hurairah. Ia dilahirkan pada tanggal 29 oktober 1924 di sebuah desa kecil di kabupaten soppeng yakni desa Citta. Sebuah desa yang terpencil dan terisolir karena letaknya yang dibatasi oleh sungai Walanae. Ia merupakan anak sulung dari empat bersaudara pasangan la mattalie dengan imarupappa (bahar mattaliu, 1994 : 2). Orang tuanya adalah keluarga sederhana yang berkerja sebagai tukang kayu. Pekerjaan sebagai tukang kayu pada waktu itu tidaklah terlalu cukup untuk menghidupi keluarga.
Dimasa kecil bahar mattaliu tidak seperti dengan anak-anak yang lain menikmati masa kecilnya bergembira, bermain dengan bebas dan mengekspresikan hasratnya tanpa memikirkan hal-hal yang duniawi. Akan tetapi bahar mattaliu harus melewati masa kanak-kanak dengan penuh gejolak karena mengikut orang tuanya dalam rangka memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Pada usia tiga tahun bahar mattaliu bersama keluarganya pindah dari desa Citta ke desa pattojo yang berjarak kurang lebih 15 kilometer dari tanah kelahirannya. Hal itu dilakukan oleh ayahnya supaya dapat memperoleh langganan lebih banyak sekaligus dapat mencukupi kehidupan keluarganya. Kemudian pada usia empat tahun bahar mattaliu bersama keluarganya pindah ke daerah sengkang yang pada waktu itu Onderafdeling Wajo. Alasan perpindahan adalah untuk membangun toko di pasar kota Sengkang.
Pada waktu bahar mattliu menginjak masa anak-anak, situasi daerah soppeng berada di bawah kekuasaan belanda. Daerah sulawesi selatan dan khususya Soppeng tidak luput dari penindasan pemerintah belandah baik secara politik, ekonomi dan pendidikan. Dibidang politik pemerintah belanda berhasil mendirikan sistem pemerintahan kolonial. Dibidang ekonomi, pemerintah belanda mengeksploitasi sumber-sumber ekonomi dan monopoliperdagangan. Kemudian dalam bidang pendidikan sulawesi selatan merupakan yang paling terbelakang pendidikannya dibandingkan dengan daerah lainnya di wilayah Sulawesi.
Kondisi yang demikian membuat bahar mattaliu yang merupakan bagian dari anak bangsa memliki jiwa nasionalisme yang nantinya sangat berperan dalam proses memperjuangkan kemerdekaan demi tegaknya keutuhan bangsa Indonesia. Bahkan bahar mattaliu berani mengambil sikap yang berlawanan dengan pemerintah untuk masuk dalam organisasi gerakan DI/TII di bawah pimpinan kahar muzakkar di sulawesi selatan.



Perang Bahar Mattaliu Dalam Proklamasi Kemerdekaan
Proklamasi kemerdekaan yang dikumandangkan 17 agustus 1945 oleh Soekarno marupakan hasil perjuangan bangsa Indonesia menuju kebebasan yang sebenarnya, yakin bebas dari penjajahan bangsa asing. Walaupun kemerdekaan bangsa Indonesia sudah diperoleh tetapi masih memerlukan usaha untuk mempertahankannya karena bangsa asing masih tetap mengincar negeri yang tecinta ini.
Perjuangan bangsa Indonesia dalam mempertahankan kemrerdekaan di tempuh dengan dua jalur. Pertama, perjuangan konfrontasi yang menyebabkan banyak korban gugur. Pertempuran secara fisik itu terjadi di berbagai daerah seperti pertempuran Ambarawa di Ambarawa, pertempuran Medan Area di Medan, pertempuran Surabaya di Surabaya, Bandung Lautan Api di Bandung, dan peristiwa Merah Putih di Manado. Kedua, perjuangan diplomasi yang ditandai beberapa perundingan yang dilakukan oleh bangsa Indonesia dengan pihak sekutu. Perundingan itu yakni perundingan Linggarjati, perundingan Renville, perundingan Roem-Royem, Konferensi Inter-Indonesia dan Konferensi Meja Bundar.
Dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan di berbagai daerah di Indonesia. Banyak para pemuda sebagaia sukarelawan rela mengorbankan harta dan jiwa mereka untuk mempertahankan kemerdekaan yang telah diperolehnya. Seperti halnya dengan bahar mattaliu sebagai sosok pemuda yang gagah berani dari sulawesi selatan merasa terpanggil jiwanya untuk berjuang demi bangsa dan negaranya yang tercinta. Sebagaimana yang dikemukakan bahar mattaliu (1994 : 78) dalam bukunya bahwa :
Sehubungan dengan keluarnya maklumat pemerintah republik Indonesia tanggal 31 agustus 1945 yang telah menetapkan pekik “merdeka” sebagai salam nasional yang berlaku pada tanggal 1 september 1945 maka semangat perjuangan telah membara di dadaku.aku masuk sekolah bukanuntuk belajar, melainkan untuk mengusik dan mempengaruhi teman-teman sekolahku gar bersama-sama menceburkan diri ke kancah perjuangan. Membela Negara dalam wadah barisan pemberontah rakyat insdonesia (BPRI) yang di pimpin Bung Tomo.

Uraian tersebut di atas dimaksudkan bahwa sosok bahar mattaliu adalah pejuang kemerdekaan yang gagah berani dalam mempertahankan kemerdekaan bangsa Indonesia. Untuk mewujudkan keiginannya sebagai pejuang kemerdekaan ia mengajak teman-temannya untuk bersama-sama melawan pihak sekutu yang kembali ingin berkuasa di Indonesia. Sehingga kedatangan sekutu di Indonesia tidak diberikan kesempatan untuk menanamkan kembali kekuasaanya di Indonesia.
Seperti halnya di sulawesi selatan bahar mattaliu yang bergabung dengan laskar perjuangan BPRI pimpinan bung tomo. Sebagai pemuda yang mempunyai jiwa nasionalis yang tinggi ketika dibuka latihan polisi tentara (LPT), bahar mattaliu tidak menyia-nyiakan kesempatan itu untuk bergabung menjadi anggota pilisi tentara. Sebagaimana yang dikemukakan bahar mattaliu (1994 : 79) bahwa :
Oleh karena kecenderungan hatiku hendak menjadi tentara resmi yang memanggul senjata dan di dorong oleh semangat kepahlawanan yang telah bersemi dilubuk jiwaku sejak pecahnya revolusi pada tanggal 17 agustus 1945, aku segera berangkat ke malang, jawa timur. Aku menumpang di rumah puddu Mass’ud untuk sementara waktu sambil menghubungi teman-teman sesame anak bugis yang hijrah dari Surabaya agar mereka mau ikut mendaftarkan diri.

Dalam perekrutan polisi tentara itu ribuan pemuda mendaftarkan diri untuk masuk sebagai anggota polisi. Akan tetapi tetapi dari sekian ribu pemuda yang mendaftar hanya seratus orang yang lulus. Bahar mattaliu merupakan salah satu pemuda yang lulus dalam ujian masuk polisi tentara. Pemuda yang lulus dalam ujian tersebut dihimpun dalam satu batalyon dan diberikan latihan seperti militer. Sesudah latihan berakhir bahar mattaliu dilantik menjadi anggota polisi tentara dengan pangkat Kopral. Tugas polisi tentara pada waktu itu adalah menjaga keamanan dan ketertiban di dalam kota dan sekitanya. Untuk penjagaan kota ketika itu sangat diperketat untuk mencegah adanya musuh yang masuk dalam kota sebagai mata-mata. Seperti itulah kegiatan bahar mattaliu sebagai pilisi tentara dan akhirnya dipanggil oleh kahar muzakkkar untuk bergabung dalam tentara republik Indonesia persiapan sulawesi (TRIPS) pada tahun 1946.
Pada tahun 1948 ketika terjadi pemberontakan di Madiun jawa barat yang di pimpin oleh Muso, maka untuk sementara segala kegitan masyarakat di kota itu lumpuh secara total. Untuk memulihkan keadaan yang demikkian itu, maka pihak tentara berusaha untuk menghentikan pemberontakan dengan cara melumpuhkan dan menhancurkannya. Usaha untuk menghancurkan pemberontakan Muso yang merupakan pimpinan PKI di Madiun dikatakan oleh bahar mattaliu bahwa :
Pada tanggal 30 september 1948 subuh, pasukan-pasukan tempur republik dari seluruh jurusan telah memasuki kota Madiun yang sudah dikosongkan tentara PKI yang merencanakan melancarkan perang geriliya terhadap pasukan tempaur republik. Akan tetapi rencana perang gerilya itu hanya rencana belaka; mereka tiidak diberi kesempatan, tetapi diserbu terus sampai hancur secara bercerai berai.

Uraikan tersebut di atas menegaskan bahwa PKI tidak diberikan kesempatan untuk memrperluas pemberontakannya. Rencana-rencana yang susun secara strategis oleh PKI seperti rencana gerilya tidak membuahkan hasil karena pasukan tempur republik tidak memberikan kepada PKI untuk melancarkan rencananya untuk memberontak, bahkan PKI diserbu secara terus menerus samapi mereka hancur yang tidak mempunyai keuatan lagi.
Sesudah pemberontakan di PKI di Madiun berhasil di tumpas, maka bahar mattaliu melanjutkan perjalanan ke Surabaya. Pada waktu itu kota Surabaya merupakan daearah kekuasaan belanda. Untuk mengantisipasi adanya kelompok atau laskar-laskar dari pejuang kemerdekaan yang ingin melakukan pemberontakan. Maka belanda secara gencar melakukan patroli untuk memantau situasi di kota Surabaya. Terkait dengan gencarnya patroli yang dilakukan oleh belanda membuat bahar mattaliu jarang melakukan aktivitas di kota Surabaya. Langkah yang dilakukan oleh bahar mattaliu untuk mrngantisipasi keadaan tersebut adalah mengurus kartu tanda penduduk (KTP). Hal ini dimaksudkan oleh bahar mattaliu agar KTP itu dapat memudahkan dirinya melanjutkan perjalanannya ke sumatera barat. Hal ini sesuai dengan yang di jelaskan bahar mattaliu (1994 :108) bahwa :
Kartu penduduk itu merupakan syarat yang dapat memudahkan perjalananku ke sumatera barat. di dalam kartu penduduk itu nanti, aku tidakmenggunakan nama abu hurairah lagi, melainkan mengubahnya menjadi Muhammad bahar yang keurangkaikan dengan nama ayahku. Mattlioe. Pergantian nama itu karena aku ragu-ragu nama abu hurairah di daerah pendudukan.

Pernyataan tersebut di atas menegaskan bahwa bahar mattaliu ketika berada di Surabaya tidak lagi menggunakan nama aslinya yang diberikan oleh kedua orang tuanya yakni abu hurairah. Akan tetapi ia menggunakan nama yang tercantum di dalam KTP Muhammad bahar mattalioe yang merupakan rangkaian dari nama ayahnya. Perubahan nama itu disertai dengan alasan sikap keragu-raguan bahar mattaliu pada saat berada di kota Surabaya. Nama Bahar mattaliu menjadi melekat bahkan menjadi nama yang dipakai dalam kehidupan sehari-harinya sampai ia bergabung dengan pemberontakan DI/TII di sulawesi selatan yang dipimpin oleh Kahar muzakkar.
Bahar Mattaliu Di Sulawesi Selatan
Pada tahun 1949 banyak tahanan yang dibebaskan baik tahanan politik maupun tahanan militer. Pembebasan para tawanan menyebabkan bertambahnya gerilyawan. Selain itu banyak tahanan yang kembali dari jawa dan bergabung dengan laskar perjuangan yang ada di Sulawesi Selatan. Kegiatan bahar mattaliu sebelum bergabung dengan DI/TII terlebih dulu bergabung dalam kesatuan yang dibentuk oleh pemerintah dengan nama Komando Group Seberang (KGS) yang dipimpin oleh Kahar Muzakkar.
Sesuai dengan perintah pimpinan KGS kahar muzakkar, bahar mattaliu kembali ke sulawesi selatan untuk bergabung dengan para gerilyawan. Setelah tibah di makassar bahar mattaliu bertemu dengan saleh sahban ketika itu sebagai koordinator kesatuan gerilya sulawesi selatan (KGSS), yang digambarkan oleh anhar gonggong (1992 : 94) bahwa “bahwa organisasi kelaskaran ini memiliki kekuatan sebanyak 10 batalyon”.
Setelah bahar mattaliu bergabung dengan KGSS, ia diberi kepercayaan untuk melatih para gerilyawan yang pada umumnya masih sedikit pengalaman dalam kemiliteran. Selain itu ia juga aktif dalam mengurus hal-hal yang menyangkut administrasi yang diperlukan oleh KGSS. Pendaratan tentara ekspedisi dari jawa membuat gerakan KGSS semakin luas. Pada saat itu bahar mattaliu berpangkat sebagai komandan batalyon KGSS di daerah Soppeng. Jabatan yang diberikan oleh bahar mattaliu sebagai komandan batalyon sesuai dengan tugasnya untuk menangkap dan melucuti para raja dan bangsawan yang berpihak pada kolonial dan anti kemerdekaan serta polisi-polisi yang setia pada raja dan bangsawan yang pro kepada kolonial. Untuk menangkap dan memenjarakan raja dan bansawan di soppeng bahar mattaliu mengutus wakilnya syamsuddin laima. Sesuai yang dikemukakan oleh bahar mattaliu (1994 : 135) menguraikan bahwa :
Aku sebagai komandan batalyon KGSS disoppeng memerintahkan wakilku yang bernama syamsuddin laima untuk menangkap dan memenjarakan raja-raja colonial di seluruh daerah soppeng serta melucuti polisi-polisinya.

Perkembangan KGSS yang sangat cepat dilatarbelakangi oleh kedatangan tentara dari jawa. Perkembangan gerilya ini menimbulkan masalah bagi TNI, karena tidak semua anggota KGSS diterima masuk sebagai anggo TNI. untuk Masuk sebagai anggota TNI harus ada syarat-syarat yang harus dipenuhi dan dilakukan penyeleksian secara ketat. Akan tetapi dipihak KGSS menginginkan agar penerimaan anggota gerilya yang tergabung dalam KGSS dilaksanakan secara untuh dan keseluruhan tanpa ada syarat-syarat dan tahap seleksi. Perbedaan pemikiran antara TNI dan KGSS membuat pimpinan APRI di Jakarta mengambil inisiatif untuk menyelesaikan permasalahan yang sedang terjadi antara pihak TNI dengan KGSS. Sebagaimana yang dikemukakan oleh anhar gonggong (1992 : 95) bahwa :
Untuk mencari jalan penyelesaian masalah gerilya itu, abdul kahar muzakkkar sebagai pengambil inisiatif reorganisasi dan pembentukan KGSS, telah meminta pada pimpinan APRI (S) agar diizinkan ke daerah sulawesi selatan yang sedang bergolak, apalagi baru saja mengalami pemberontakan kapten KNIL Andi Azis.

Berdasarkan pernyataan tersebut di atas, kahar muzakkar di berikan izin oleh pimpinan TNI untuk mengamankan situasi yang sedang bergolak di sulawesi selatan. Kahar muzakkar tiba di sulawesi selatan pada tanggal 22 juni 1950 bersama dengan letnan kolonel mursito. Setelah tiba di sulawesi selatan kahar langsung melakukan peninjauan ke wilayah-wilayah KGSS. Hal ini dimaksudkan untuk meminta tanggapan KGSS tentang jalan keluar yang akan ditempuh terhadap permasalahannya dengan TNI.. kan tetapi anggota KGGS tetap pada pendiriannya yaitu menginginkan agar seluruh gerilya dalam anggota KGSS di masukkan sebagai anggota pasukan militeratau APRIS.
Selesai melakukan peninjauan kahar muzakkar melaporkan hasilnya kepada panglima TT VII/Wirabuana dalam rapat bahwa pihak KGGS tetap dalam pendiriannya. Panglima Kawilarang tidak direspon dengan baik bahkan dalam rapat itu kawilarang memerintahkan agar KGSS dibubarkan. Pembubaran KGSS tersebut dikenal dengan dekrit Kawilarang. Sebagaimana dijelaskanoleh anhar gongong (1992:96) bahwa :
Inti dekrit yang dikenal dengan nama decreet Kawilarang. Terutama menyebutkan bahwa “KGSS dan organisasi gerilya di luar APRIS dianggap telah bubar dan segala usaha untuk melanjutkan dan menghidupkan organisasi tersebut termasuk larangan menjadi tentara”.

Pernyataan yang dikeluarkan oleh panglima kawilarang mendapat reaksi keras dari kahar muzakkar. Pada waktu itu ketika kahar muzakkar ingin meninggalkan rapat, ia membuka dan meletakkan tanda pangkat letkolnya. Tentang penanggalan tanda kahar muzakkar tersebut dikatakan oleh Harvey (1989 : 175) bahwa “kahar memutuskan hubungan dengan TNI dengan menanggalkan tanda-tanda pangkatnya dan melemparkannya ke atas meja di depan kawilarang”. Hal yang senada di kemukakan olehbahar mattaliu (1994 : 141) bahwa :
Dari penolakan panglima TT VII itu, letkol kahar muzakkar marah dan memberi reaksi sangat keras dengan mencabut tanda pangkatnya lalu mencampakkan dihadapan panglima TT VII dengan diiringi kata-kata. “ini tidak ada gunanya”

Pernyataan tersebur di atas menegaskan bahwa kahar muzakkar tidak setuju terhadap sikap kolonel kawilarang untuk membubarkan KGSS. Sehingga sejak peristiwa itu kahar muzakkar bersama dengan anggota KGSS lainnya masuk di hutan-hutan bergerilya. Ketika terjadi perbedaan pendapat antara kahar musakkar dengan colonel kawilarang, bahar mattaliu bertada di daerah soppeng mendampingi pasukannya sambil menunggu perintah dari kahar muzakkar. Tindakan yang diambil oleh kahar muzakkar sangat berpengaruh terhadap KGSS yang sebagian besar pasukan KGSS ikut bersama dengan kahar muzakkar ke hutan untuk melakukan perang gerilya.
Bahar mattaliu sebagai bawahan dari kahar muzakkar yang sangat menjunjung tinggi kesetiaan kepada pimpinan mengikuti jejak kahar muzakkar ikut masuk dalam hutan. Penyataan itu sesuai dengan yang ditulis oleh bahar mattaliu (1994 : 143) “dengan penuh penyesalan, aku dan kakakku haruna berangkat kepedalaman untuk menyusul kahar muzakkar”. Sejak saat itu pula bahar mattaliu tidak pernah lagi memiliki niat untuk kembali menjadi anggota TNI. Bahkan bahar mattaliu brsama dengan kahar muzakkkar menyusun kekuatan untuk melakukakn perlawanan terhdap TNI dan pemerintah republik Indonesia. Hal ini di dasarkan pasda kekcewaannya terhadap TNI dan pemerintah.
Bahar Mattaliu Dalam Pemberontakan DI/TII
Sebagai reaksi atas kekecewaan dan ketidakadilan yang dirasakan oleh kahar muzakkar beserta dengan para gerilyawan yang tergabung dalam KGSS yang menuntuk agar mereka diterima sebagai anggota TNI sebagai bentuk pengakuan atas sumbangan mereka dalam perjuangan revolusi. Karena tidak diterima dalam satuan TNI, maka kahar muzakkar bersama dengan beberapa pimpinan bawahannya membentuk gerakan bersenjata untuk melawan pemerintah Indonesia yang dikenal dengan “gerakan DI/TII di Sulawesi Selatan”.
Pemberontakan yang dilakukan oleh KGSS adalah bentuk kekecewaan tidak menerima putusan Pimpinan angkatan darat yang menolak mereka menjadi TNI. Kenyataan yang diharapkan oleh anggota gerilyawan yang tergabung dalam KGSS untuk masuk sebagai anggota TNI bertolak belakang dengan pimpianan markas besar angkatan darat yang menginginkan suatu tentara yang professional. Akan tetapi sebagian besar anggota KGSS memiliki tingkat pendidikan yang sangat rendah bahkan banyak yang buta huruf.
Dalam konferensi maros 1949 pihak KGSS menawarkan agar dibentuk satu divisi dalam organisasi angkatan republik Indonesia serikat (APRIS) dengan mengangkat kahar muzakkar sebagai pimpinan divisi. Namun hal ini ini tidak ditanggapi baik oleh pimpinan angkatan darat sehingga para gerilyawan KGSS dibawah komando kahar muzakkar melarikan diri ke hutan dan menyatakan perang dengan TNI dan pemerintah republik Indonesia.
Pemberontakan yang dilakukan oleh gerilyawan KGSS sebagai reaksi terhadap penolakan permintaan mereka akhirnya menjelma menjadi suatu gerakan darul islam/tentara islam Indonesia (DI/TII). Gerakan DI/TII di sulawesi selatan mempunyai simpatisan yang terbagi atas dua yakni pendukung aktif dan pendukung pasif. Pendukung aktif adalah mereka yang masuk anggota DI/TII dan turut serta membantu perjuangan dalam melawan TNI dan pemerintah Republik Indonesia. Selain itu dalam struktur organisasi DI/TII mereka mempunyai kedudukan dan peranan tertentu. Sedangkan pendukung pasif adalah pendukung yang secara tidak lansung mengambil bagian dalam gerakan DI/TII dan tidak juga memiliki kedudukan tertentu dalam dalam struktur organisasi DI/TII. Akan tetapi mereka tidak menentang aksi-aksi yang dilakukan oleh DI/TII.. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh oleh anhar gonggong (1992 : 108) bahwa :
Pada dasarnya terdapat dua bentuk dukungan terhadap gerakan DI/TII di sulawesi selatan yakni dukungan langsung-aktif dan tidak langsung-pasif . yang langsung aktif ialah mereka yang ikut ambil bagian dalam gerakan itu dan mempunyai kedudukan serta peranan tetrtentu dalam menjalankan oraganisasi gerakan DI/TII. Sedang pendukung yang tidak langsung-pasif ialah mereka yang memberikan dukungan dengan cara tidak langsung, berlaku pasif dan tidak menentang adanya gerakan ini.

Pernyataan tersebut di atas menegaskan bahwa pendukung DI/TII di Sulawesi Selatan terbagi dua ialah pendukung langsung dan tidak langsung. Posisi bahar mattaliu tergolong pendukung aktif karena kedudukannya ketika itu komandan KGSS di bawah pimpinan kahar muzakkar. Kekecewaan dan ketidakadilan terhadap TNI dan pemerintah mendorong bahar mattaliu untuk bergabung dengan DI/TII. Selain itu adanya rasa kesetiaan dan ikatan emosional yang sangat erat antara bahar mattaliu dengan kahar muzakkar. Keteguhan sikap yang dimiliki oleh bahar mattaliu yang menjunjung tinggi kesetiakawanan mendorongnya ikut ke hutan dan bergabung dengan DI/TII di bawah pimpinan kahar muzakkar. Sesuai yang dikemukakan oleh bahar mattaliu (1994 : 166) sebagai berikut :
Akau tetap dalam pendirianku ahidup semati dengan kahar muzakkar di arena juang. Aku putuskan terus berjuang bersamanya sampai tuntutan terwujudnya brigade yang ia pimpin yaitu “Brigade Hasanuddin” yang telah diperlambangkan sejak di jawa, tercapai.

Bergabungnya bahar mattaliu dalam gerakan DI/TII merupakan salah satu unsur yang memperkuat dukungan kahar muzakkar untuk meproklamirkan negara islam indonesia di sulawesi selatan. Hal ini didorong oleh faktor religiusme yang sebagian besar masyarakat sulawesi selatan menganut agama islam sehingga dalam perjuangan DI/TII dengan mudah mendapatkan dukungan dari rakyat sulawesi selatan. Selain itu memilih islam sebagai dasar perjuangan karena adanya hubungan dengan darul islam di Jawa Barat pimpian Kartosuwiryo.
Pada tanggal 7 agustus 1953 negara islam indonesia (NII) diproklamirkan di sulawesi selatan. Hal ini menandai bahwa segala sesuatu yang menyangkut tentang gerakan DII/TII di sulawesi selatan pimpinan kahar muzakkar dan lebih khusus kepada bahar mattaliu beserta dengan pasukannya harus bertanggung jawab terhadap perbuatan yang dilakukannya.